Setiap langkah kaki yang kita ambil, entah itu menuju tempat baru atau sekadar menelusuri jalan yang sama setiap hari, selalu menyimpan cerita. Kita mungkin tidak menyadarinya, tapi semesta punya caranya sendiri untuk berbisik lewat perjalanan kecil maupun besar yang kita tempuh. Salah satunya adalah mengajari kita tentang ikhlas, sebuah kata sederhana, tapi sulit diwujudkan dalam kenyataan.
Perjalanan hidup jarang berjalan lurus tanpa hambatan. Kadang kita tersandung, kadang kita tersesat, dan tak jarang kita harus berhenti sejenak hanya untuk bernapas. Saat itulah semesta menaruh cermin di depan kita, mengingatkan bahwa ada hal-hal yang memang tak bisa dipaksakan.
Seperti jalan yang berlubang, atau hujan yang tiba-tiba turun saat kita sedang terburu-buru. Ikhlas, pada akhirnya, bukan soal menerima keadaan yang indah saja, tapi juga berdamai dengan ketidaknyamanan.
Bayangkan ketika seseorang berjalan jauh mendaki gunung. Setiap langkah terasa berat, napas tersengal, dan peluh menetes tanpa henti. Namun, ada momen ketika semua beban itu terbayar, saat mata memandang pemandangan dari puncak.
Di sanalah kita belajar bahwa letih, jatuh, bahkan rasa ingin menyerah pun adalah bagian dari proses menuju keindahan. Semesta tidak serta-merta memberi pemandangan tanpa usaha, ia mengajarkan bahwa ikhlas tumbuh seiring kesabaran kita menapaki langkah-langkah yang berat.
Ikhlas juga hadir saat kita kehilangan. Tak selalu tentang perjalanan fisik, kadang tentang orang-orang yang pergi dari hidup kita, kesempatan yang hilang, atau harapan yang runtuh. Semesta, dengan segala rahasia yang tak mampu kita baca, sering kali mengambil sesuatu agar kita belajar melepaskan.
Langkah kaki yang terus maju adalah simbol bahwa meski hati masih berat, kita tetap memilih untuk tidak berhenti. Perlahan-lahan, semesta mengajarkan bahwa kehilangan bukan akhir, tapi jalan lain untuk menemukan arti baru.
Yang menarik, ikhlas tidak pernah selesai dipelajari. Ia hadir setiap hari, dalam bentuk kecil yang sederhana: ketika kita rela mengantre panjang, ketika kita menerima kritik, atau bahkan ketika kita memilih diam meski ingin membantah. Semua itu adalah “latihan” kecil yang diberikan semesta, agar hati lebih lapang dan langkah terasa ringan.
Setiap orang berjalan dengan cerita yang berbeda. Namun satu hal pasti: setiap langkah kaki adalah guru. Ia mengajari kita sabar, mengajari kita menerima, dan mengajari kita melepaskan. Semesta seakan berbisik bahwa perjalanan bukan hanya tentang sampai tujuan, melainkan tentang bagaimana kita belajar di sepanjang jalan.
Pada akhirnya, ikhlas bukanlah sikap pasrah tanpa daya, melainkan kekuatan untuk tetap berjalan meski hati pernah retak. Dengan langkah kaki, semesta menunjukkan bahwa hidup terus bergerak. Dan di balik setiap tapak yang kita tinggalkan, ada pelajaran tentang menerima, merelakan, dan melangkah lebih ringan menuju hari esok.
Jika kau sedang pada persimpangan, berjalanlah bukan untuk lari, tapi untuk mendengar. Dengarkan bunyi tanah di bawahmu, dengarkan napasmu, dan biarkan semesta mengajari ikhlas melalui ritme langkah yang sederhana.
Semoga setiap langkah memberi ruang untuk merawat hati yang lelah. Ingatlah berjalan berarti memilih, memilih berdamai, memilih belajar, memilih memberi kesempatan pada waktu untuk menyembuhkan.
Biarkan setiap langkah menjadi doa yang bergerak, lambat atau cepat, ia membawa kita ke tempat di mana ikhlas bukan lagi beban, melainkan cahaya yang menuntun. Teruslah melangkah hingga hatimu menemukan tenang, dan damai selalu.
Baca juga, langit senja dan bisikan jalan yang tak pernah usai

Comments
Post a Comment
Terimakasih telah singgah di Musafir Lalu.
Tinggalkan jejak pemikiran dan perasaanmu di kolom komentar.