Toleransi yang Mulai Tergerus, Apa yang Bisa Kita Perbaiki?


Toleransi


Di tengah arus perubahan sosial yang semakin cepat, banyak dari kita mungkin mulai merasakan bahwa toleransi kian hari mulai tergerus.

Dulu, ketika media sosial belum sesemarak hari ini perbedaan bukan alasan untuk saling menjauh. Namun saat ini, sikap saling menghargai seolah mulai pudar, tergantikan oleh rasa curiga dan ego yang makin menguat.

Padahal, toleransi adalah jembatan yang menghubungkan berbagai lapisan masyarakat agar hidup berdampingan dalam damai. Saat jembatan itu mulai retak, keharmonisan pun ikut terancam.

Pentingnya Menjaga Toleransi di Era Modern

Mari kita pahami dulu mengapa toleransi begitu penting di era modern seperti sekarang. Dunia kini terhubung sedemikian rupa, membuat informasi, opini, dan pandangan bisa menyebar dalam hitungan detik.

Kita bisa melihat contohnya di media sosial. Banyak orang lebih mudah menghakimi daripada mendengar. Toleransi yang mulai tergerus bukan hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga di dunia digital. Kalimat sederhana bisa disalahartikan, lalu menjadi pemicu pertikaian. Padahal, jika kita mau menahan diri dan mencoba memahami sudut pandang orang lain, banyak masalah bisa diselesaikan tanpa perlu permusuhan.

Toleransi tidak hanya berbicara tentang perbedaan agama atau budaya, tapi juga tentang cara berpikir dan cara hidup. Setiap orang berhak memiliki pandangan sendiri, dan tugas kita bukan untuk menyeragamkan, melainkan untuk saling menghargai perbedaan itu. Ketika kita bisa memahami hal ini, maka benih toleransi bisa tumbuh kembali di tengah masyarakat yang majemuk.

Langkah-langkah Memperbaiki Toleransi yang Mulai Tergerus

hadits tentang toleransi


Membahas toleransi yang mulai tergerus jika tanpa tindakan nyata sama saja dengan membiarkan masalah terus berlanjut. Maka, penting bagi kita untuk memulai langkah-langkah kecil yang bisa membawa perubahan positif.

Pertama, biasakan mendengar sebelum menilai. Banyak konflik bermula karena kita terlalu cepat bereaksi tanpa memahami konteks. Dengan mendengar secara tulus, kita menunjukkan penghargaan terhadap orang lain.

Kedua, hindari menyebarkan kebencian, baik dalam percakapan sehari-hari maupun di media sosial. Perkataan yang menyinggung atau merendahkan hanya akan memperdalam jurang perbedaan. Cobalah mengganti setiap komentar negatif dengan kalimat yang lebih menenangkan atau netral.

Ketiga, tanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini, terutama pada anak-anak. Mereka belajar bukan hanya dari kata-kata, tapi dari contoh yamng diberikan. Jika di rumah kita terbiasa menghormati perbedaan, maka generasi muda akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih terbuka.

Dan terakhir, mari mulai menghargai keberagaman di sekitar kita. Entah itu dalam lingkungan kerja, sekolah, atau masyarakat. Dengan membuka diri, kita tak hanya memperkuat ikatan sosial, tapi juga memperluas pemahaman tentang kehidupan yang lebih adil dan damai.

Toleransi yang mulai tergerus bukanlah takdir yang tak bisa diubah. Kita semua punya peran untuk mengembalikannya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Mulailah dengan hal sederhana, seperti menghormati pendapat yang berbeda, berbagi senyum dengan tetangga, atau sekadar menahan diri untuk tidak memicu perdebatan yang tidak perlu.

Toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, tetapi juga soal memahami bahwa setiap manusia memiliki kisah dan latar belakang yang membuatnya unik. Jika kita mampu melihat hal itu dengan hati terbuka, maka tidak ada alasan bagi kita untuk membiarkan toleransi yang mulai tergerus terus terjadi.

Mari bersama-sama memperbaiki apa yang perlahan memudar, karena kedamaian hanya akan hadir ketika kita belajar saling memahami dan menghargai.


Comments