Ada hal-hal yang tak pernah benar-benar selesai, meski waktu sudah berulang dan jarak terus bertambah. Rindu adalah salah satunya. Ia menetap, seperti embun di pagi hari yang enggan lenyap sekalipun matahari telah naik. Dan kadang, ia memilih tinggal di tempat yang paling sepi: persimpangan jalan.
Persimpangan itu adalah ruang diam, tempat hati menimbang, tempat kenangan menunggu, dan tempat rindu mengendap dalam keheningan. Di sana, segala yang pernah kita jalani seakan hadir kembali, langkah-langkah yang dulu beriringan, tawa yang pernah ringan, bahkan perpisahan yang tanpa kata-kata.
Aku sering membayangkan, betapa lucunya rindu ini. Ia tak pernah meminta izin untuk singgah. Ia datang tanpa salam, menempati hati dengan cara sederhana namun dalam. Dan saat aku berdiri di persimpangan jalan, seolah ada bisikan yang memanggil dari arah yang tak terlihat, barangkali itu suaramu, atau hanya gema dari bayangan yang tak pernah benar-benar pergi.
Rindu, adalah ingatan yang menolak usang, bahkan ketika kita sudah berusaha menutup pintu-pintu masa lalu. Ada kalanya aku ingin berlari jauh, agar rindu tak sempat mengejar. Tapi justru di tengah langkah itu, aku sadar, semakin keras aku berlari, semakin kuat ia menancapkan akar.
Persimpangan jalan itu kini menjadi semacam altar kecil dalam hatiku. Tempat aku berhenti sejenak, menarik nafas, lalu mengingat wajahmu yang samar. Wajah yang barangkali sudah tak lagi sama di dunia nyata, namun masih utuh di dalam ingatan. Dan anehnya, di titik itu aku tidak lagi berusaha mengusir rindu. Aku hanya membiarkannya tinggal, karena toh ia tak pernah mengusik lebih dari sekadar diam.
Ada kebijaksanaan yang lahir dari menerima rindu. Bahwa tidak semua kehilangan perlu disembuhkan, tidak semua luka harus ditutup rapat. Kadang, membiarkan sesuatu tetap ada meski hanya dalam bentuk kenangan adalah cara paling manusiawi untuk hidup berdampingan dengan masa lalu.
Mungkin, kelak aku akan menemukan jalan lain. Jalan yang tidak lagi berujung pada bayanganmu, jalan yang membawa langkahku lebih jauh dari persimpangan ini. Tapi sampai saat itu tiba, biarlah aku berdiri di sini. Bersama rindu yang menetap, bersama sunyi yang tenang, bersama harapan samar yang tak pernah padam.
Dan jika suatu hari kau juga berdiri di persimpangan jalanmu, semoga kau tahu, bahwa ada seseorang yang pernah menitipkan rindunya di sana. Rindu yang tak meminta balasan, rindu yang hanya ingin dikenang.

Comments
Post a Comment
Terimakasih telah singgah di Musafir Lalu.
Tinggalkan jejak pemikiran dan perasaanmu di kolom komentar.